Sunday, January 10, 2016

Sebuah Monolog Tentang Usia

5:47 PM


Oleh: Muhammad Zeini

Semuanya dimulai dari titik nol dalam hitungan waktu dan semakin hari kian bertambah dalam penghabisan yang sebenar-benarnya sangat nyata. Detik demi menit menghitung jam berganti hari muncul bulan melewati tahun, semuanya akan terlihat amat sangat jelas, betapa hidup ini hanyalah menanti keputusan sang waktu yang selalu berlalu menghitung mundur.

Keberadaan insan di muka bumi mempunyai keterikatan yang sangat erat dalam dimensi ruang dan waktu, tidak ada seorangpun yang dapat menghindarinya dan menunda kedatangannya, suka atau tidak, siap atau tidak. Usia bertambah seiring tahun berganti menjadikan sebuah ketegasan didalam kehidupan yang sudah kita jalani, berdasarkan hitungan waktu dan masa. Usia menjadi pembeda yang nyata, bukan membeda-bedakan sebagai tujuan, semuanya kembali pada pengelompokan sebagai dasar hitungan dalam setiap awalan yang selalu berbeda, namun itu bukanlah menjadi sebuah keutamaan dalam ukuran hidup dan kehidupan itu sendiri.

Usia bisa menjadi kebanggaan dan juga dapat menjadi kesia-siaan, kita semua tahu siapa manusia yang pertama diciptakan, jadi untuk selanjutnya bukan persoalan siapa yang terlahir duluan dan belakangan, karena itu hanyalah sebuah risiko dari sebuah eksistensi, hanya sebuah tatanan budaya sesuai perintah untuk menghormati yang lebih tua dalam ruang waktu tertentu.

Adalah sebuah kenyataan bahwa usia bukanlah penentu segalanya, bukan hanya dalam kematangan dan kemapanan, tetapi lebih dari itu mampu menjadi motivasi dan memberi inspirasi dalam menjalani serta memaksimalkan rentang waktu kehidupan yang telah ditentukan bagi masing-masing diri, juga mampu menjadi soko guru untuk mengejar ketertinggalan dan membangun sebuah kehidupan yang lebih ideal dengan norma dan tatanan etika budaya yang beragama ditengah-tengah perbedaan dan kemajemukan ciptaan.

Istilah USIA biasanya identik dengan kepanjangan “jika tidak Untung pasti SIA-sia,” sementara manusia dijelaskan menjadi “MANfaatkan USIA” semaksimal mungkin untuk kepentingan diri sendiri, sesama dan alam. Salahkah jika yang muda lebih mendapat restu dan rida dari yang tua? Di manakah letak kesalahan yang sesungguhnya, jika itu memang sebuah kesalahan yang jadi permasalahan? Usia bukanlah jaminan kebijakan dan kebajikan, semua akan terlihat jelas dari niatan mengolah kata dalam wujud lakon yang nyata yang memerlukan bukti.

Sebuah cerita tidak pernah salah, karena kesalahan itu terjadi saat kita dengan serta merta mempercayai cerita tanpa membuktikan kebenaran cerita yang bisa saja itu adalah sebuah dongeng sebelum tidur atau cerita dari sebuah keputusasaan dan kegagalan yang dikemas sebagus mungkin untuk menjadi sarana keakuan dan kesombongan bagi si pencerita yang sebenarnya telah menipu dirinya sendiri, kita boleh menipu orang lain, tetapi kita tidak akan mungkin sedikitpun berhasil menipu diri sendiri.

Untuk kita para kaum yang muda, bersemangatlah dalam kehidupanmu, banyak harapan dan kerinduan digantungkan pada pundakmu, jagalah setiap derap langkahmu agar tetap kokoh dan pasti, dunia sangat membanggakanmu dan hormatilah yang lebih tua dalam usianya dan kelebihannya.

Wahai engkau manusia yang lebih tua, jadikanlah diri Anda sebagi orang tua yang sebenarnya yang harus selalu memberikan semangat lahir-batin kepada generasimu sebagai penerus perjuangan yang mulia yang masih dan akan harus selalu terus diperjuangkan untuk sebuah cita-cita yang dapat memuliakan semua kemuliaan di semesta alam dan seisinya.[]

sumber gambar: lifeofpix.com

Diterbitkan oleh

Buletin Amanaha Online. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I. Ganjaran Gondanglegi Malang Jawa Timur. Menulis.

0 komentar:

Post a Comment

 

© 2016 Amanah Online. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top