Thursday, October 22, 2015

Pesantren Antara Persimpangan Keislaman dan Keindonesiaan

6:06 PM

[sumber gambar]

Oleh: Muhammad Zaini 

Pondok pesantren menjadi sebuah lokus yang memiliki budayanya tersendiri, ia menempatkan diri sebagai bagian dari sub-kultur di tengah gejolaknya kebudayaan nusantara. Di dalam perjalanan dinamika pondok pesantren terjadi bermacam-macam kontak interaksi dan hubungan yang tidak sama dengan lingkungan seperti biasanya yang terjadi di masyarakat. Hal ini disebabkan pondok pesantren mempunyai sebuah paradigmanya tersendiri yang tidak terpengaruh secara langsung dengan tuntutan zaman. Bahkan dalam kesehariannya pondok pesantren mempunyai cara tersendiri dalam melaksanakan proses belajar-mengajar, dan mempunyai ciri khas tersendiri dalam membentuk mental serta sikap para santrinya agar tertanam dan tumbuh jiwa agamis dan nasionalis.

Sistem pembelajaran tradisionalis di dalam pondok pesantren tidak sama dengan sistem-sistem pembelajaran konvensional pada umumnya. Dalam sistem pembelajaran pondok pesantren yang yang tradisionalis ini, pondok pesantren tidak hanya mengajar pengetahuan saja, akan tetapi bersamaan juga dengan pengajaran etika dan spritual. Karena pada dasarnya para santri yang diajarkan di dalam pondok pesantren adalah pembelajaran yang mengajarkan norma yang harus dipegang bagi pelajar dan pengajar. Dalam ajaran kitab tersebut, dipercaya seorang guru adalah seorang wasilah atau penghubung antara duniawi dan ukhrowi, sehingga seorang guru yang mengajar menjadi bernilai sakral oleh para santri, oleh karena itu santri dalam proses pembelajarannya tidak diperbolehkan bertindak menyimpang kepada gurunya, seperti kitab ta’lim wa muta’alim dan adabu ta’lim wa muta’alim. Ada sebuah hadits nabi yang mengatakan bahwa ridho Allah ada pada ridho orang tua, dan murka Allah ada pada murka orang tua. Nah, berkaitan dengan hadits nabi tersebut, guru menjadi konotasi dari orang tua, yang statusnya menjadi pengganti dari orang tua asli. Jadi dalam diri guru terdapat manifestasi spiritual, dan etika. Begitu sedemikian komplek proses pembelajaran yang mampu menerapkan niali intelektual, nilai moral dan bahkan spritual.

Sistem sosial yang di bangun dalam pondok pesantren juga tersendiri, yang dalam hal ini juga bisa di umpamakan sebagai miniatur lingkungan islam. Dimana sang kyai menjadi garda terdepan dan panutan entah sebagai guru, kepala pesantren serta manifest spritual. Yang perlu diketahui juga bahwa bukan pondok pesantren namnya kalau tidak ada yang namanya santri. Oleh karena itu posisi santri sebagai penganut dari apa yang dianut (Kyai), murid serta makmum dari kyainya. Sistem kultur sosial pesantren demikian, telah menjadi ciri khas corak hidup bermasyarakat islami ala pesantren. Oleh karena itu fungsi pesantren bukan hanya menjadi praktek belajar mengajar saja, akan tetapi praktek sosial yang dilebur dalam budaya gotong royong dan praktek kepemimpinan yang demokrasi.

Sebenarnya kebutuhan dalam dunia pendidikan itu tidak hanya bersumber dari kepuasan dalam hal intelektual saja, tetapi kebutuhan kecerdasan emosional dan spritual yang tak kalah pentingnya juga harus diingat. Sebagaimana terjadi di sebagian sekolah umum yang hanya mengutaman basic intelektual semata, walaupun dalam praktek kesehariannya tak jarang sekolah umum melaksanakan berbagai ritual keagamaan, tapi pada dasarnya dalam lingkup sub-kultur di pondok pesantren lebih efektif menjalankan ritual keagamaan yang dilakoni oleh para kyai dan santrinya.

Pondok pesantren mempunyai peran ganda dalam ranah intern dan ekstern. Pada lingkup intern pondok pesantren menjadi wadah pendidikan bagi para santri dalam penggodokan diri mereka menjadi Insan Kamil, sedangkan dalam ranah ekstren pondok pesantren menjadi lembaga pertahanan dalam melestarikan budaya para pendahulunya yaitu para alim ulama dan leluhur terdahulu di tengah lingkungan masyarakat. Hal ini berbeda jauh denga islam kanan yang tidak mengakui wilayah teritorialnya sebagai kenyataan budaya, dan mereka hanya mengakui ajaran pandangan agamanya sebagai sumber pokok ajaran yang tidak bisa di otak atik atau tidak bisa dinegosiasi lagi dengan kultur masyarakat sekitar. Ada kecenderungan yang eksklusif terhadap realita, yang tidak sama dengan pondok pesantren yang sifatnya lebih inklusif pada realita. Hal ini yang menjadikan sistem yang ada dalam pondok pesantren lebih efektif diterima dan mengena ke hati para santri dan masyarakat.

Tak jarang dalam praktek keseharian pondok pesantren pondok pesantren yang silang transformasi dalam kegiatan pondok pesantren. Biasanya para santri diutus oleh kyainya untuk mengajar di lingkungan jauh maupun sekitar pesantren, sebagai proses serta pengalaman sebelum mereka terjun ke kampungnya masing-masing. Demikian halnya dengan masyarakat yang sering kali dilibatkan dalam kegiatan internal pondok pesantren yang mengandung nilai sosial agamis, seperti pengajian umum, bakti sosial dan lain sebagainya.

Jika kita flashback sejarah yang silam, sangat banyak dari para santri serta kyai yang mempunyai peran aktif dalam membela negara. Seperti tokoh religius di Indonesia yang sangat kita kenal K. H. A Wahid Hasyim yang melibatkan diri menjadi salah seorang panitia sembilan untuk merumuskan Pancasila. Ketika itu dikenal dengan sebutan Resolusi Jihad yang dipelopori oleh Hadrotus Syaikh K.H. M Hasyim Asy’ari, sebagai deklarasi perang kepada penjajah dengan membangun gerakan militer pesantren, seperti Laskar Hizbullah, Mujadihin dan sebagainya. Semua ini menjadi bukti konkrit sumbangsih pesantren terhadap tanah air Indonesia yang tidak bisa dilupakan begitu saja.

Sebenarnya yang harus juga kita pahami adalah tentang ajaran presiden pertama kita yaitu Soekarno tentang Nasionalisme. Nasionalisme ini sebenarnya telah diajarkan di dalam kitab-kitab kuning, yang sering kali dikatakan bahwa kitab kuning hanya berisi tentang pedoman beragama saja, akan tetapi kitab kuning juga memuat prinsip Nasionalisme yang kalau diistilahkan dalam bahasa kitabnya yaitu Hubbul Wathon (Cinta tanah air). Jadi sudah jelas dalam prakteknya, pondok pesantren memiliki wilayah inter dan ekstern yang keduanya tidak bisa dipisahkan. Karena keduanya memuat semangat Keislaman dan keindonesiaan (Nasionalisme). Itulah kenapa pondok pesantren mempunyai andil besar dalam kemajuan islam khusunya di Indonesia serta dalam mewujudkan cita-cita kemerdekaan indonesia dan keutuhan NKRI. Wallahu a’lam.[]

Diterbitkan oleh

Buletin Amanaha Online. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I. Ganjaran Gondanglegi Malang Jawa Timur. Menulis.

0 komentar:

Post a Comment

 

© 2016 Amanah Online. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top