Monday, December 1, 2014

Romansa Ujung Senja

7:13 PM


Oleh: Muhammad Hilal 

Abah Nyut sedang jatuh cinta, untuk ketiga kalinya, di usianya jelang kepala lima.

Cinta pertamanya adalah kepada istri pertamanya yang ia nikahi saat dia masih muda. Dengan perempuan ini, Abah Nyut mendapat dua anak lelaki. Pernikahannya bertahan hingga saat ini.
Cintanya yang kedua mekar bertahun-tahun kemudian, kepada istrinya yang kedua. Perempuan ini jauh  lebih muda. Entah karena apa, mereka keburu terpisah sebelum istrinya melahirkan seorang anak.

Adapun cinta ketiga berlabuh pada seorang janda beranak satu, tapi bukan istrinya, melainkan semacam kekasih gelap. Hingga kini, janda ini menjadi topik pembicaraan Abah Nyut di mana-mana, kecuali di rumahnya tentu saja. Tak ubahnya seperti seorang remaja sedang mengalami cinta monyet, Abah Nyut menceritakan cinta ketiganya dengan wajah berseri-seri.

Berhubung ini adalah kisah cinta, tentu Abah Nyut harus kencan. Saat dia mau berangkat, dia berbusana apa adanya tanpa kesan rapi dan parlente. Kepada istrinya, dia pamit pergi dengan alasan mau bantu bangun rumah temannya. Kadang dengan alasan lain yang menurutnya tak akan dipersoalkan istrinya.

Kencan itu berlangsung di sekitar pasar kecamatan, di sebuah warung bakso atau nasi rawon. Apalagi di masa penghujan seperti sekarang—Abah Nyut menambahkan kesan suasana dalam ceritanya—semangkok  bakso atau sepiring rawon tak kalah romantis dibanding cahaya lilin dan segelas anggur.

Dengan ponsel Nokia seri 623i-nya yang kuno, Abah Nyut memotret kekasihnya secara sembunyi-sembunyi. Ini harus sembunyi-sembunyi, sebab biar bagaimanapun hubungan mereka adalah hubungan rahasia. Kekasih Abah Nyut tak pernah mau dipotret, khawatir ketahuan orang lain. Malu, katanya. Ponsel jadul begitu, gambar yang dihasilkan tentu tidak begitu bagus. Tapi itu sudah cukup bagi Abah Nyut, itu cukup untuk menawar rindu yang kerap datang tanpa mau menunggu.

Kadang-kadang, kencan itu berlangsung bersama anak si janda. Abah Nyut tidak masalah dengan anak itu. Kesempatan itu justru dia gunakan untuk semakin memikat hati kekasihnya. Dia memperhatikan anak itu, membelikannya es krim atau mainan, agar dia senang kepadanya. Juga agar kekasihnya ikut senang. Asal perempuan itu senang, Abah Nyut sudah merasa berguna sebagai lelaki.

Saat fajar datang, menjelang subuh, rindu seringkali hinggap tanpa Abah Nyut bisa hentikan. Pada saat begitu, diam-diam dia mengirim pesan kepada kekasih hatinya. Dia bertanya tentang ini-itu: bagaimana tidurnya, nanti siang ada rencana apa, sudah wudu apa belum, atau apapun. Jika pesannya langsung dibalas, rindu itu seolah berbalas senyum manis dari seberang sana. Namun bila tak lekas dibalas, entah kenapa dadanya sesak dan berdebar-debar, seolah menghambat aliran darah di tubuhnya. Kasus seperti ini sering terhenti di siang harinya, setelah kekasihnya membalas pesannya. Balasan itu melegakan hatinya.

Romansa penghujung senja harus Abah Nyut jalani sebagai seorang lelaki, meski untuk kali ketiga, meskipun di luar sepengetahuan istrinya. Dia tak pernah merencanakan perasaan itu di hatinya, namun begitu rasa itu bercokol di hatinya dia tak bisa menyangkalnya.

Orang sekelilingnya bukannya diam dan acuh kepada Abah Nyut. Tak hanya sekali-dua kali mereka menasihati agar Abah Nyut lebih bisa mengendalikan diri. Hentikan main-main dan pikirkan anak dan istri, mereka bilang. Tapi pendirian Abah Nyut lain. Cinta itu tulus dari hatinya. Bahkan dia berencana akan mempersunting kekasihnya itu. Tak ada niat main-main sedikitpun, dia benar-benar serius jatuh cinta. Lagi pula, anak-istri Abah Nyut dia perlakukan dengan baik sebagaimana seharusnya. Cinta baru ini tidak akan menyisihkan anak-istrinya, begitu dia berkilah. Seperti halnya remaja yang sedang dirundung cinta, Abah Nyut punya seribu alasan untuk membenarkannya.
 
Cinta memang tak pernah tepat waktu, kata Puthut EA dalam Novelnya. Nampaknya, Puthut berkata benar kalau kita melihat tingkah polah Abah Nyut.[]

Diterbitkan oleh

Buletin Amanaha Online. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I. Ganjaran Gondanglegi Malang Jawa Timur. Menulis.

0 komentar:

Post a Comment

 

© 2016 Amanah Online. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top