Friday, May 2, 2014

Ketika Umur Tak Lagi Penting

8:30 AM



Oleh: Irham Thariq

Pada 24 April lalu, saya tepat berumur 24 tahun. Tapi tulisan ini tidak hendak membahas tentang pertambahan umur saya yang tidak ada pentingnya bagi orang lain. Saya buat pengantar di tulisan, karena momen itulah yang membuat saya ingin menulis tentang umur, yang selalu dipertentangkan banyak orang, dan oleh lintas generasi.

Bagi masyarakat modern, selain uang yang selalu dicari siang malam, umur merupakan salah satu hal terpenting. Selalu ada ceplokan telur, siraman air, kue tar, dan bahkan pesta sebagai penanda pertambahan umur. Sesekali muda-mudi merayakannya dengan foto selfie dengan jelepotan kue di pipi.

Jauh kesan heroik perayaan itu, saya membayangkan tidaklah pernah ada hal itu di generasi sebelum kita. Dari kakek-nenek dan orang tua, saya tidak pernah mendengar cerita mereka merayakan pertambahan umur. Jangankan foto selfie, mengucapkan ulang tahun pun tampaknya tidak pernah.

Saya begitu yakin kalau hal itu tidak ada meskipun saya tidak pernah bertanya, kakek-nenek dan orang tua saya tampaknya sudah benar-benar terhindar kesibukan menyediakan perayaan pertambahan umur.

Bagaimana mau merayakan, tanggal, bulan dan tahun mereka lahir pun sudah tidak lagi hafal. Yang mereka hafal adalah hari lahir secara Jawa, yang memang bagi generasi ibu saya setiap bulan hari lahir menjadi hari perayaan dengan doa-doa dan sesekali membagi-bagikan jajan pasar ke tetangga.

Tidak pernah hafal tanggal lahir bagi generasi orang tua saya memang bukanlah hal yang mengejutkan. Suatu hari saya liputan di sebuah desa di Kabupaten Malang. Saya mewawancarai seorang perempuan, kira-kira umurnya 55 tahun. Saat saya tanya berapa umurnya, ibu-ibu dengan kulit hitam dekil ini tidak tahu. Berulang kali saya tanya untuk melengkapi data, perempuan ini tetap menggeleng.

Tampaknya tidak dihiraukannya umur itu tidak hanya terjadi di lingkungan keluarga saya dan masyarakat pedesaan. Dahlan Iskan, menteri BUMN juga tidak pernah tahu kapan dia dilahirkan. Oleh karenanya, sebagai penanda, Dahlan mengambil 17 Agustus sebagai tanggal lahirnya.

Itulah umur dan tanggal lahir bagi gerenasi sebelum kita, selalu dibuat hal yang remeh temeh dan tidak penting. Saya merasakan betul bagaimana tanggal lahir menjadi tidak penting, saat umur saya bertambah, saya tidak pernah mendapatkan ucapan selamat dari orang tua. Karena sudah terbiasa, saya tak pernah mempermasalahkan hal tersebut.

Belakangan, setiap orang seolah diberi ruang lebih luas untuk merayakan dan mengabarkan kalau umur mereka bertambah. Melalui Facebook, secara otomatis ada peringatan kalau ada teman kita umurnya bertambah. Dinding si umur yang bertambah pun dipenuhi dengan ucapan selamat.

Sama halnya dengan facebook, bagi kerja Jurnalistik umur sangatlah penting. Ini mengapa saya bertanya dengan sedikit ngotot kepada perempuan yang saya tulis di atas itu. Dalam karya Jurnalistik, menyebutkan umur perlu agar pembaca bisa berimajinasi lebih detail tentang apa yang mereka baca.

Dalam menulis profil seseorang misalnya, penulisan umur penting agar menjadi cermin bagi si pembaca. Jika menulis profil pendiri Facebook Mark Zuckerberg yang baru berumur 29 tahun, umur haruslah ditonjolkan. Agar pembaca bisa bercermin: pemuda ini 29 tahun tapi sudah berbuat sedemikian besar, kita sudah ngapain?

Syahdan, saya berkeyakinan di gerenasi setelah kita, umur bakal jauh lebih dihargai. Baik dalam perayaan dan yang lain. Ini tentu saya tidak hendak mengatakan kalau generasi setelah kita lebih heroik dan melankolis. Karena memang masyarakat  modern tidak bakal bisa dilepaskan dari perayaan, apalagi menyangkut umur. Selama facebook dan anak-anak kita sudah kita siapkan akun saat dia masih kecil, soal pertambahan umur masih akan terus diingatkan.

Terlepas tentang pandangan beda generasi itu, tidak ada yang perlu diperdebatkan. Apalagi hanya untuk mencari benar salah dari hal yang remeh temeh. Toh, dirayakan atau tidak, diingat dan tidak hari lahir kita, umur kita bakal berujung. Dan kitapun mati.[]

Diterbitkan oleh

Buletin Amanaha Online. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I. Ganjaran Gondanglegi Malang Jawa Timur. Menulis.

0 komentar:

Post a Comment

 

© 2016 Amanah Online. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top