Saturday, April 5, 2014

Tentang Kabar dari Sebrang

7:43 PM



Oleh: Halimah Garnasih

Rindu pulang pesantren barangkali tak hanya menimpa saya. Itu juga yang dirasakan beberapa teman dari berbagai pesantren di sini, Yogyakarta. Mereka mengaku seringkali rindu suasana dan kegiatan rutin di pesantrennya dulu.

Bilamana rindu pulang rumah bisa diredam dengan berbagai aktivitas, rindu pulang pesantren terasa lain. Saya mesti meredamnya dengan berkunjung ke beberapa pesantren di kota ini. Bahkan, sampai beberapa kali saya menginap di pesantren teman-teman. Dan yang menjadi langganan adalah pesantren Krapyak komplek Q. Meski saya rasa cara itu tidak serta merta meredam kerinduan ini sepenuhnya, karena tentu saja nuansa pesantren di kota ini sangat berbeda dengan nuansa pesantren saya dulu, Raudlatul Ulum Ganjaran.

Raudlatu ulum adalah rumah yang lain. Di sanalah saya tumbuh besar dan terdidik di bawah naungannya. Dengan segala nilai-nilai luhurnya dan macam rupa keilmuannnya, tak terkecuali ilmu bersosialisasi dan berpolitik (tentu saja yang terakhir ini tanpa saya sadari). Lewat Organisasi Daerah (OrDa), Organisasi Siswa Madrasah Diniyah (dulu OPI [Organisasi Pemuda Islam]), TU Madin, juga kepengurusan pesantren. 

Dari OrDalah mula-mula saya belajar bekerja dengan banyak orang. Belajar mendengar pendapat orang, belajar berani berpendapat, belajar bertoleransi, belajar merumuskan dan menyatukan visi-misi, dan belajar melaksanakan segala amanah bersama-sama dengan baik dan penuh tanggungjawab, juga tentu saja belajar berdiplomasi.

Dari sana, saya sudah belajar sehingga saat diberi amanah di pengurusan pesantren, semuanya terjalani tidak sesulit yang dibayangkan. Yang sulit hanya satu, untuk tidak mengkhianati diri sendiri dengan mengkhianati amanah. Janji yang terpatri.

Dan semua itu sungguh bermanfaat. Tak hanya saat saya pulang ke rumah di bulan Ramadhan, tapi saat srawung dengan masyarakat di tempat KKN, bergaul dengan teman-teman di kampus dan masyarakat sekitar kost, setiap komunitas dan organisasi mahasiswa yang saya geluti, bahkan semacam membentuk karakter yang kokoh, teguh. Karena Raudlatul Ulum, jalan di depan saya, yang sebenarnya terjal, sungguh mudah dilalui. Setidaknya, saya telah tahu langkah apa yang semestinya saya bangun.

Tapi sungguh disayang, saat mendengar kabar dari salah seorang teman santri bahwa OrDa di Pesantren putri sudah tidak ada. Sudah tidak terdengar riuh rendah aktivitasnya seperti dulu. Padahal, OrDa adalah salah-satu kegiatan pesantren yang memiliki kekhasan tersendiri. Yang bisa jadi, ilmu-ilmunya tidak akan ditemui di bangku Madin, Tsanawiyah, Aliyah, SMK atau instansi pendidikan lainnya yang ada di pesantren. Padahal lagi, bakat dan minat santri yang kadang tidak bisa diakomodir dan difasilitasi oleh pengurus pesantren secara keseluruhan, bisa diakomodir dan dikembangkan di sana, karena setiap OrDa memayungi anak didik masing-masing sehingga meminimalisir dan menjauhi terjadinya kelewatan membidik, mencari, mengembangkan, dan mengoptimalkan bakat-minat santri. Ibarat pisau, OrDa mengajari santri untuk apa dan bagaimana pisau itu digunakan. Ini sangat penting. Karena kata guru-guru dulu di Pesantren, keberhasilan seorang santri terlihat seberapa berhasilnya dia di tengah-tengah masyarakatnya. Menjadi uswah dan bermanfaat.

Kabar yang sampai lagi, bahwa OrDa di pesantren putra masih berjalan. Akhirnya, dua kabar itu membentuk pertanyaan bagi saya pribadi (yang telah mencecap manisnya manfaat keberadaan OrDa di pesantren dulu). Mengapa seperti itu? Ataukah barangkali di pesantren putri telah ada kegiatan yang lebih baik dari OrDa atau setidaknya ada kegiatan yang memiliki ruh yang sama dengannya? 

Ah, jadi ngelantur. Barangkali, kerinduan ini benar adanya. Sudah saatnya saya kembali pulang, meski sekedar menengok adik-adik di sana. Walau mesti dengan menahan malu pada segenap guru-guru, karena gape spiritualitas sudah sangat jauh berada di bawah. Kenyataan hidup yang ganas membawa kaki ini sepak-sandung dengan berbagai gelimang kecerobohan dan kebodohan. Namun, sekali lagi, sangat beruntung saya pernah berumah di Raudlatul Ulum yang membekali saya dengan tongkat yang kuat. Setidaknya, meski limbung, saya tetap bisa berpegangan padanya. Terimakasih Guru-guru. Terimakasih Raudlatul Ulum.[]

Diterbitkan oleh

Buletin Amanaha Online. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I. Ganjaran Gondanglegi Malang Jawa Timur. Menulis.

2 komentar:

 

© 2016 Amanah Online. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top