Tuesday, February 11, 2014

Tahlilan: Tradisi Berlandaskan Dalil

12:41 PM


[Judul Buku: Tahlilan Bid'ah Hasanah Berlandaskan Al-Qur'an dan Sunnah | Penulis: Muhammad Ma'ruf Khozin | Penerbit: Muara Progresif & LBM NU Surabaya | CetakanI, Juli 2013 | Tebal: xviii + 190 hlm. 12 x 17.5 cm | ISBN: 978-602-17206-6-0



Peresensi: Abdul Rahman Wahid*



Tradisi tahlilan yang sudah mengakar di Indonesia merupakan sebuah tradisi yang dilestarikan oleh kalangan Nahdliyin (masyarakat  Nahdlatul Ulama) dengan isi bacaan-bacaan zikir tertentu. Dalam hal ini NU mengategorikan tahlilan sebagai bid'ah hasanah. Karena tahlilan merupakan salah satu tradisi yang subtansinya diislamisasi oleh ulama-ulama terdahulu dengan tujuan agar Islam bisa diterima di kalangan masyarakat Nusantara tanpa menghapus tradisi yang ada, karena Islam adalah agama yang menghargai tradisi.



Tahlilan dalam masyarakat NU (Nahdlatul Ulama) sering diadakan untuk selamatan 7 (tujuh) hari orang yang meninggal dunia dengan harapan agar pahalanya bisa sampai kepadanya atau dalam sebuah perkumpulan-perkumpulan pada momen-momen tertentu. Namun, dalam hal ini, banyak kalangan yang menganggap bahwa tahlilan adalah bid'ah yang sesat dan keluar dari ajaran Islam yang asli karena dianggap tidak pernah dilaksanakan pada masa Nabi. Pandangan yang seperti itu jelas adalah pandangan yang sempit dalam memahami agama.



Kontroversi seputar tahlilan ini menjadi suatu yang selalu relevan untuk dibicarakan, sebab orang yang menganggap tahlilan sebagai aktivitas musryik dikarenakan menyerupai tradisi agama lain selain Islam. Padahal penolakan akan tahlilan yang telah mentradisi di masyarakat ini sebenarnya masalah klasik dan para ulama terdahulu telah memberi jawaban yang sarat dengan refrensi mulai dari ayat Al-Quran, Hadis hingga dalil fiqh.

           

Kelompok yang anti tahlilan kerap menuduh tahlil sebagai bid'ah karena sebagai warisan dan tradisi agama pra-Islam di Jawa, yaitu Budha dan Hindu, sehingga praktek tahlil hukumnya haram dilakukan karena menyerupai (tasyabbuh) dengan tradisi agama lain. Tuduhan ini dilakukan sebagaimana ketika mereka mengharamkan perayaan Maulid Nabi SAW. karena dianggap menyerupai perayaan kelahiran dalam agama lain, yaitu perayaan natal (Kristen). (hlm. 14)



Harus dipahami bahwa permasalahan ini termasuk dalam wilayah i'tiqadi. Dengan demikian, harus ditegaskan bahwa tidak ada keyakinan sama sekali di dalam hati para pelaku tahlilan bahwa apa yang mereka lakukan pada hari pertama kematian, hari kedua, ketiga dan seterusnya merupakan sebuah kewajiban, juga tidak ada keyakinan bahwa berdo’a kepada si mayit pada hari pertama, kedua, ketiga dan seterusnya lebih afdal dibandingkan dengan hari-hari yang lain. Tahlilan yang substansinya adalah berdoa untuk si mayit agar mendapatkan pengampunan dari Allah boleh dilakukan kapan saja, atau bahkan boleh tidak dilakukan, meskipun biasanya kegiatan tahlilan ini dilaksanakan pada hari pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.



Tasyabbuh boleh dialamatkan kepada para pelaku tahlilan ketika meyakini bahwa tindakannya itu wajib dilaksanakan pada hari-hari dimaksud dan juga meyakini bahwa hari-hari dimaksud lebih afdal dibandingkan hari lainnya. Jadi, penentuan hari dan seterusnya tidak lebih daripada sebuah tradisi yang boleh dilakukan dan juga boleh ditinggalkan, berbeda dengan apa yang diyakini oleh umat Hindu. Tradisi ini sama persis dengan tradisi memperingati hari-hari besar dalam Islam (Nuzulul Qur'an, halal bi halal, maulid Nabi, isra'-mi'raj dan lain sebagainya) yang boleh dilakukan kapan saja, tidak terbatas pada tanggal-tanggal tertentu. Peringatan hari besar yang biasanya diisi taushiah dan zikir hanyalah merupakan tradisi yang boleh dikerjakan dan juga boleh ditinggalkan.



Buku “Tahlilan Bid'ah Hasanah, Berlandaskan al-Qur'an dan Sunnah” yang ditulis Muhammad Ma'ruf Khozin ini adalah bentuk jawaban atas kontroversi tahlilan yang dianggap sesat oleh beberapa golongan di luar kalangan NU. Dalil-dalil yang digunakan dalam buku ini merujuk pada Al-Quran dan Hadis yang keautentikannya bisa dipertanggungjawabkan. Analisis-analisis yang digunakan semakin memperkuat anggapan bahwa tahlilan bukanlah sesuatu yang menyesatkan. Seperti dikatakan oleh KH. Muhyiddin Abdusshomad dalam pengantarnya, “Buku ini semakin melengkapi dan memperkaya khazanah tentang keabsahan tahlilan dalam perspektif agama.” Buku “Tahlilan Bid'ah Hasanah” mengupas tuntas dalil-dalil tahlilan berdasarkan Al-Quran dan Hadis, sebagai jawaban untuk meneguhkan bahwa tahlilan bukanlah bid'ah yang sesat seperti yang sering dituduhkan. (hal. v)



Untuk itu, buku ini penting dibaca warga Nahdliyin supaya tidak terprovokasi oleh kelompok-kelompok yang tidak pernah merasa capek dan bosan menyuarakan bahwa tahlilan adalah tradisi sesat. Buku ini juga penting dibaca di luar warga Nahdliyin, terlebih kelompok-kelompok yang selama ini menganggap sesat, supaya mengerti bahwa tradisi tahlilan ini tidak berangkat dari ruang kosong belaka akan tetapi tradisi ini berjalan di atas dalil-dalil Al-Quran dan Hadis yang kebenarannya tidak perlu diragukan lagi.



Abdul Rahman Wahid
 pernah nyantri di Pondok Pesantren Raudlatul Ulum 1
Ganjaran Gondanglegi Malang


Diterbitkan oleh

Buletin Amanaha Online. Pondok Pesantren Raudlatul Ulum I. Ganjaran Gondanglegi Malang Jawa Timur. Menulis.

0 komentar:

Post a Comment

 

© 2016 Amanah Online. All rights resevered. Designed by Templateism

Back To Top